A.
Pembelajaran Kontekstual
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan
terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL
berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar
terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa
mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respons.Belajar tidak sesederhana itu.
Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat,
motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah
wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang.
Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata
merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya
faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa demikian?Sebab
manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya.Kebutuhan
itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:
a.
Belajar bukanlah menghafal,
akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang
mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin
banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.
b.
Belajar bukan sekadar
mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan
organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki
akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir,
pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau
performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka
akan semakin efektif dalam berpikir.
c.
Belajar adalah proses
pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara
utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi.
Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
d.
Belajar adalah proses
pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang
kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai
dengan irama kemampuan siswa.
e.
Belajar pada hakikatnya
adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang
diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real
World Learning)
Sehubungan dengan hal tersebut,
terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan
pendekatan CTL seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2005:110),
sebagai berikut:
a.
Pembelajaran merupakan
proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activtinging knowledge), artinya
apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari,
dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang
utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b.
Pembelajaran kontekstual
adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperhatikan detailnya.
c.
Pemahaman pengetahuan
(understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk
dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta
tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan
tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d.
Mempraktikkan pengetahuan
dan pengalaman tersebut (applying knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman
yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga
tampak perubahan perilaku siswa.
e.
Melakukan refleksi
(reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini
dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan
strategi.
Selanjutnya Sanjaya (2005:115)
memberikan penjelasan perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional, antara
lain:
a.
CTL menempatkan siswa
sebagai subjek belajar, artinya siswa perperan aktif dalam setiap proses
pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran.
Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek
belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
b.
Dalam pembelajaran CTL
siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi,
saling menerima, dan memberi. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa
lebih bnayak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal
materi pelajaran.
c.
Dalam CTL pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional pembelajaran bersifat teoretis dan abstrak.
d.
Dalam CTL, kemampuan
didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan
diperoleh melalui latihan-latihan.
e.
Tujuan akhir dari proses
pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.
f.
Dalam CTL, tindakan atau
perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak
melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan
dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau
perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu
tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman, atau sakadar untuk memperoleh
angka atau nilai dari guru.
g.
Dalam CTL, pengetahuan yang
dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang
dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai
hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini
tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh
karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
h.
Dalam pembelajaran CTL,
siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka
masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu
jalannya proses pembelajaran.
i.
Dalam pembelajaran CTL,
pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran
hanya terjadi di dalam kelas.
j.
Oleh karena tujuan yang
ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL
keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya dengan evaluasi
proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain
sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran
biasanya hanya diukur dari tes.
Pengetahuan itu diperoleh anak
bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi
dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari
mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa
sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif
yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri.Kalaupun guru
memberikan informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk menggali
informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.
B.
Komponen dalam CTL
CTL sebagai suatu pendekatan
pembelajaran memiliki 7 (tujuh) komponen.Komponen-komponen ini yang melandasi
pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Komponen
tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), penilaian nyata (authentic assessment).
Konstruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal
dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh
sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang
menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek
tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu
tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang
melihat dan mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai
berikut:
a.
Pengetahuan bukanlah merupakan
gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan gambaran dunia
kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui
kegiatan subjek.
b.
Subjek membentuk skema kognitif,
kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c.
Pengetahuan dibentuk dalam
struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila
konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Pembelajaran melalui CTL pada
dasarnya mendorong agar siswa dapat mengonstruksi pengetahuan melalui proses
pengamatan dan pengalaman.
Komponen kedua dalam pembelajaran
CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan
sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan
materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan
siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada
dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis.
Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik
intektual, mental emosional maupun pribadinya.Apakah inkuiri hanya bias dilakukan
untuk mata pelajaran tertentu saja? Tentu tidak. Berbagi topik dalam setiap
mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri.
Secara umum proses inkuiri dapat
dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: merumuskan masalah, mengajukan
hipotesis, mengumpulakn data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
dan membuat kesimpulan.
Penerapan komponen ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah.Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk mengui hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan.
Penerapan komponen ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah.Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk mengui hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan.
Ketiga, bertanya
(questioning).Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan.Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap
individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam
berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan
sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan
guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya.Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan
sangat berguna untuk:
a.
Menggali informasi tentang
kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
b.
Membangkitkan motivasi
siswa untuk belajar
c.
Merangsang keingintahuan
siswa terhadap sesuatu
d.
Memfokuskan siswa pada
sesuatu yang diinginkan dan
e.
Membimbing siswa untuk
menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
Keempat, masyarakat belajar
(learning community). Dalam CTL, penerapan komponen masyarakat belajar dapat
dialukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi
dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan
dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam
kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk
membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk
menularkannya pada yang lain.
Kelima, pemodelan
(modeling).Maksudnya adalah, proses pembelajaran dengan menggunakan sesuatu
contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh
bagaimana cara mengoperasionalkan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan
sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar
bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru
biologi memberikan contoh bagaimana cara mengggunakan thermometer dan lain
sebagainya.Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat
juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa
yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan
kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap
sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran
CTL, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
Keenam, refleksi (reflection)
adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari
pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan
memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah
pengetahuannya.
Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk ‘’merenung’’ atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk ‘’merenung’’ atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
Ketujuh, penilaian nyata (authentic
assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan
untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman
belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa.Penilaian autentik dilakukan secara
terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus
menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya
diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
C.
Karakteristik CTL
Menurut Dr. Hanafiah, M. M. Pd. Dan
Drs. Cucu Suhana, M. M. Pd. dalam buku Konsep Strategi Pembelajaran menyebutkan
karakteristik Contextual Teaching and learning adalah sebagai berikut :
1.
Kerja sama antar peserta
didik dan guru (cooperative),
2.
Saling membantu antarpeserta
didik dan guru,
3.
Belajar dengan bergairah,
4.
Pembelajaran terintegrasi
secara kontekstual,
5.
Menggunakan multi media dan
sumber belajar,
6.
Cara belajar siswa aktif,
7.
Sharing bersama teman,
8.
Siswa kritis dan guru
kreatif,
9.
Dinding kelas dan lorong
kelas penuh dengan karya siswa,
10.
Laporan siswa bukan hanya
buku rapor, tetapi jugahasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan
siswa dan sebagainya.
D.
Tiga prinsip Ilmiah dalam
CTL
Elaine B. Johnson, Ph. D. dalam buku Contextual teaching and
learning menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna,
menerangkan tiga prinsip ilmiah dalam CTL sebagai berikut :
1.
Prinsip Kesaling-bergantungan
Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan
persoalan, merancang rencana dab mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan
membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada
keberhasilan. Prinsip kesaling bergantungan ini menuntun pada penciptaan
hubungan yang bermakna.
2.
Prinsip Diferensiasi
Seandainya diferensiasi menghilang maka pikiran dan perasaan
kita akan sama. Misalnya,musikakan menjadi satu nada, para seniman akan melukis
subjek yang sama, para penyair akan menggunakangambaran yang sama. Kesamaan
akan membuat hidup menjadi datar dan gersang.
3.
Prinsip Pengaturan-diri
“Konteks” berasal
dari kata latincontexere yang berarti
“menjalin bersama”. Kata “konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi, latar
belakang, atau lingkungan” yang berhubungan dengan diri yang terjalin
bersamanya (webster’s new World
Dictionary, 1968).
E.
Penerapan CTL Pada Suatu
Pokok Bahasan
Perbandingan (materi
kelas VII semester ganjil)
Standar
Kompetensi :
3. Menggunakan bentuk aljabar,
persamaan dan pertidaksamaan linier satu
variabel, danperbandingan dalam pemecahan.
Kompetensi Dasar
:
3.4 Menggunakan perbandingan untuk
pemecahanmasalah.
Indikator :
3.4.1. Menjelaskan pengertian skala sebagai suatu perbandingan.
Sekilas tentang materi Perbandingan (BSE
Antik Wintarti 2008).
·
Peta
Dalam
pelajaran IPS (geografi) sering kamudiminta untuk menentukan letak suatu
pulau,sungai, kota dan gunung pada suatu wilayah tertentu. Kalian tidak mungkin
melihatkeseluruhan dari hal tersebut.Untuk itu dibuatlah suatu gambar
(atlas/peta) yang mewakili keadaan sebenarnya.Gambar itu dibuat sesuai dengan
keadaan sebenarnya, dengan perbandingan (skala) tertentu. Coba perhatikan seorang pemborong
yang akan membangun gedung sekolah, tentu pemborong tersebut membuat dulu
gambar berskala yang disebut maket.Gedung dan maketnya mempunyai bentuk yang sama tetapi
ukurannya berbeda.
Kamu
juga akan melakukan hal yang sama jika membuat denah ruangan yang ada di sekolahmu.
Ruangan dan denah yang kamubuat mempunyai bentuk yang sama tetapi ukurannya
berbeda.Maket dan denah dibuat sesuai dengan keadaan sebenarnyadengan
perbandingan (skala) tertentu.Gambar pada halaman berikut merupakan peta
propinsiKalimantan Timur dibuat dengan skala 1 : 6.000.000.Artinya 1cm pada
gambar mewakili 6.000.000 cm pada keadaansebenarnya.Dalam hal ini skala adalah
perbandingan antara jarakpada peta dengan jarak sebenarnya, atau 6.000.000 cm
padakeadaan sebenarnya digambar dalam peta 1 cm.
Jarak pada peta
|
Jarak sebenarnya
|
Contoh
:
Sekarang perhatikan peta propinsi
Kalimantan Timur pada peta.Berapakah jarak antara kota Samarinda dan Balikpapan
?
Jawab
Pada peta, ukurlah dengan menggunakan
penggaris, jarak antara kota Balikpapan dan Samarinda.
diperoleh :
Jarak dalam peta = 2,5 cm
Skala 1 : 6.000.000, itu artinya 1 cm di
peta mewakili 6.000.000cm pada keadaan aslinya.
Jarak sebenarnya = 2,5 x 6.000.000
= 15.000.000
Jadi jarak Balikpapan dengan
Samarinda adalah
15.000.000 cm = 150 km (ingat 1 km
= 100.000 cm).
Dengan
bantuan alat peraga yaitu sebuah peta/globe dan penggaris/meteran maka siswa
akan lebih cepat memahami dan menerapkan pokok bahasan tersebut sehingga hal
ini akan sangat membantu guru dalam menyampaikan pokok bahasan tersebut.
F.
Sebuah Permasalahan yang
Penerapannya Sesuai Dengan CTL
Ukuran Foto I adalah 4 x 6 dan Foto II
adalah
Foto I ukuran 4 x
6
|
II ke Foto I?
Foto II ukuran 2 x
3
|
G.
Kelebihan dan Kelemahan CTL
Menurut hasili penelitian yang dilakukan oleh Tri
Murtono(Skripsi) dalam penerapan CTL terdapat kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan
dan kekurangannya CTL sebagai berikut :
1.
Kelebihan CTL
a.
CTLMenjadikan adanya kerja sama antar peserta didik.
b.
Menjadikan peserta didik saling menunjang dalam
menyelesaikan persoalan yang ada.
c.
Menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan dan tidak
membosankan.
d.
Menjadikan peserta didik menjadi lebih aktif di dalam
kelas.
e.
Menjadikan siswa lebih kritis dalam menyelesaikan
masalah yang ada.
2.
Kelemahan CTL
a.
Jika model pemebelajaran CTL tidak dipadukan dengan
modelpembelajaran lain maka akan sulit membentuk masyarakat belajaryang baik.
b.
Masih sulitnya peserta didik mengkonstruksi persoalan
yang diberikan oleh guru yang berhubungan dengan materi yang akan diberikan.
c.
Jika guru kurang kreatif maka model pemebelajarann CTL
ini akansulit dilakukan oleh guru sehingga rasa ingin tahu peserta didikkurang.
d.
Masih kurangnya peserta didik untuk melakukan berbagi
pengalamandalam memecahkan persoalan yang dihadapi.
e.
Masih sulitnya membuat suasana kelas menjadi
menyenangkan karena pembelajaran masih dibatasi oleh dinding dan lorong.
f.
Masih kurangnya hasil karya peserta didik yang
dihasilkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar