Rabu, 26 Desember 2012

Contextual Teaching and Learning (CTL)


A.    Pembelajaran Kontekstual
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respons.Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang.
Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa demikian?Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya.Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:
a.       Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.
b.      Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.
c.       Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
d.      Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
e.       Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning)
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2005:110), sebagai berikut:
a.       Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activtinging knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b.      Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c.       Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d.      Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
e.       Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi.
Selanjutnya Sanjaya (2005:115) memberikan penjelasan perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional, antara lain:
a.       CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa perperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
b.      Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima, dan memberi. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa lebih bnayak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.
c.       Dalam CTL pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoretis dan abstrak.
d.      Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
e.       Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.
f.       Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman, atau sakadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
g.      Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
h.      Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
i.        Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
j.        Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
Pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri.Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.
B.     Komponen dalam CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) komponen.Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Komponen tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian nyata (authentic assessment).
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:
a.       Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b.      Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c.       Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengonstruksi pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman.
Komponen kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intektual, mental emosional maupun pribadinya.Apakah inkuiri hanya bias dilakukan untuk mata pelajaran tertentu saja? Tentu tidak. Berbagi topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri.
Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulakn data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan dan membuat kesimpulan.
Penerapan komponen ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah.Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk mengui hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan.
Ketiga, bertanya (questioning).Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a.       Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
b.      Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar
c.       Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu
d.      Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan dan
e.       Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
Keempat, masyarakat belajar (learning community). Dalam CTL, penerapan komponen masyarakat belajar dapat dialukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.
Kelima, pemodelan (modeling).Maksudnya adalah, proses pembelajaran dengan menggunakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasionalkan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara mengggunakan thermometer dan lain sebagainya.Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
Keenam, refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk ‘’merenung’’ atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
Ketujuh, penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
C.     Karakteristik CTL
Menurut Dr. Hanafiah, M. M. Pd. Dan Drs. Cucu Suhana, M. M. Pd. dalam buku Konsep Strategi Pembelajaran menyebutkan karakteristik Contextual Teaching and learning adalah sebagai berikut :
1.      Kerja sama antar peserta didik dan guru (cooperative),
2.      Saling membantu antarpeserta didik dan guru,
3.      Belajar dengan bergairah,
4.      Pembelajaran terintegrasi secara kontekstual,
5.      Menggunakan multi media dan sumber belajar,
6.      Cara belajar siswa aktif,
7.      Sharing bersama teman,
8.      Siswa kritis dan guru kreatif,
9.      Dinding kelas dan lorong kelas penuh dengan karya siswa,
10.  Laporan siswa bukan hanya buku rapor, tetapi jugahasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan sebagainya.

D.    Tiga prinsip Ilmiah dalam CTL
Elaine B. Johnson, Ph. D. dalam buku Contextual teaching and learning menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna, menerangkan tiga prinsip ilmiah dalam CTL sebagai berikut :
1.      Prinsip Kesaling-bergantungan
Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana dab mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan. Prinsip kesaling bergantungan ini menuntun pada penciptaan hubungan yang bermakna.
2.      Prinsip Diferensiasi
Seandainya diferensiasi menghilang maka pikiran dan perasaan kita akan sama. Misalnya,musikakan menjadi satu nada, para seniman akan melukis subjek yang sama, para penyair akan menggunakangambaran yang sama. Kesamaan akan membuat hidup menjadi datar dan gersang.
3.      Prinsip Pengaturan-diri
“Konteks” berasal dari kata latincontexere yang berarti “menjalin bersama”. Kata “konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan” yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya (webster’s new World Dictionary, 1968).



E.     Penerapan CTL Pada Suatu Pokok Bahasan
Perbandingan (materi kelas VII semester ganjil)
Standar Kompetensi :
3. Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linier satu  variabel, danperbandingan dalam pemecahan.
Kompetensi Dasar :
3.4 Menggunakan perbandingan untuk pemecahanmasalah.
Indikator   :
3.4.1. Menjelaskan pengertian skala sebagai suatu perbandingan.  

Sekilas tentang materi Perbandingan (BSE Antik Wintarti 2008).
·         Peta
Dalam pelajaran IPS (geografi) sering kamudiminta untuk menentukan letak suatu pulau,sungai, kota dan gunung pada suatu wilayah tertentu. Kalian tidak mungkin melihatkeseluruhan dari hal tersebut.Untuk itu dibuatlah suatu gambar (atlas/peta) yang mewakili keadaan sebenarnya.Gambar itu dibuat sesuai dengan keadaan sebenarnya, dengan perbandingan (skala) tertentu. Coba perhatikan seorang pemborong yang akan membangun gedung sekolah, tentu pemborong tersebut membuat dulu gambar berskala yang disebut maket.Gedung dan maketnya mempunyai bentuk yang sama tetapi ukurannya berbeda.
Kamu juga akan melakukan hal yang sama jika membuat denah ruangan yang ada di sekolahmu. Ruangan dan denah yang kamubuat mempunyai bentuk yang sama tetapi ukurannya berbeda.Maket dan denah dibuat sesuai dengan keadaan sebenarnyadengan perbandingan (skala) tertentu.Gambar pada halaman berikut merupakan peta propinsiKalimantan Timur dibuat dengan skala 1 : 6.000.000.Artinya 1cm pada gambar mewakili 6.000.000 cm pada keadaansebenarnya.Dalam hal ini skala adalah perbandingan antara jarakpada peta dengan jarak sebenarnya, atau 6.000.000 cm padakeadaan sebenarnya digambar dalam peta 1 cm.
Jarak pada peta
 

Jarak sebenarnya
Skala =


Contoh :
Sekarang perhatikan peta propinsi Kalimantan Timur pada peta.Berapakah jarak antara kota Samarinda dan Balikpapan ?
Jawab
Pada peta, ukurlah dengan menggunakan penggaris, jarak antara kota Balikpapan dan Samarinda.
diperoleh :
Jarak dalam peta = 2,5 cm
Skala 1 : 6.000.000, itu artinya 1 cm di peta mewakili 6.000.000cm pada keadaan aslinya.
Jarak sebenarnya = 2,5 x 6.000.000 = 15.000.000
Jadi jarak Balikpapan dengan Samarinda adalah
15.000.000 cm = 150 km (ingat 1 km = 100.000 cm).

Dengan bantuan alat peraga yaitu sebuah peta/globe dan penggaris/meteran maka siswa akan lebih cepat memahami dan menerapkan pokok bahasan tersebut sehingga hal ini akan sangat membantu guru dalam menyampaikan pokok bahasan tersebut.

F.      Sebuah Permasalahan yang Penerapannya Sesuai Dengan CTL
Ukuran Foto I adalah 4 x 6 dan Foto II adalah
Foto I ukuran 4 x 6
2 x 3. Berapakah perbandingan ukuran Foto
II ke Foto I?

Foto II ukuran 2 x 3
 


G.    Kelebihan dan Kelemahan CTL
Menurut hasili penelitian yang dilakukan oleh Tri Murtono(Skripsi) dalam penerapan CTL terdapat kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kekurangannya CTL sebagai berikut :
1.      Kelebihan CTL
a.       CTLMenjadikan adanya kerja sama antar peserta didik.
b.      Menjadikan peserta didik saling menunjang dalam menyelesaikan persoalan yang ada.
c.       Menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
d.      Menjadikan peserta didik menjadi lebih aktif di dalam kelas. 
e.       Menjadikan siswa lebih kritis dalam menyelesaikan masalah yang ada. 
2.      Kelemahan CTL
a.       Jika model pemebelajaran CTL tidak dipadukan dengan modelpembelajaran lain maka akan sulit membentuk masyarakat belajaryang baik.
b.      Masih sulitnya peserta didik mengkonstruksi persoalan yang diberikan oleh guru yang berhubungan dengan materi yang akan diberikan.
c.       Jika guru kurang kreatif maka model pemebelajarann CTL ini akansulit dilakukan oleh guru sehingga rasa ingin tahu peserta didikkurang.
d.      Masih kurangnya peserta didik untuk melakukan berbagi pengalamandalam memecahkan persoalan yang dihadapi.
e.       Masih sulitnya membuat suasana kelas menjadi menyenangkan karena pembelajaran masih dibatasi oleh dinding dan lorong.
f.       Masih kurangnya hasil karya peserta didik yang dihasilkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar