A.
Higher Orde Thinking Skill (HOTS)
1.
Definisi
Higher Orde Thingking Skill (HOTS)
Higher Orde Thinking Skill (HOTS) yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai kemampuan berfikir
tingkat tinggi merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran dimana siswa
diajarkan untuk berfikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir
kreatif. Kemampuan berfikir ini akan muncul ketika individu atau siswa
dihadapkan pada masalah yang belum mereka temui sebelumnya. HOTS ini sesuai
dengan Standar Isi Permen 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa mata pelajaran Matematika diberikan kepada semua peserta
didik untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja
sama.
Saat ini
teori-teori yang berkembang tentang Higher Orde Thinking Skill lebih banyak difokuskan tentang bagaimana
keterampilan ini dipelajari dan dikembangkan. Strategi pengajaran yang tepat
serta lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi kemampuan berfikir siswa
merupakan faktor yang penting untuk tercapainya pendekatan ini. Seperti halnya
ketekunan siswa, pemantauan diri, dan berfikir terbuka serta sikap fleksibel.
Dalam berfikir tingkat tinggi,
diperlukan kemampuan bernalar. Dimana kemampuan
bernalar dan berfikir kritis ini saling berhubungan. Hal ini sejalan dengan pendapat Krulik
dan Rudnick (1995: 2), bahwa penalaran mencakup berpikir dasar (basic
thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif
(creative thinking). Dua tingkat berfikir terakhir
inilah (berfikir kritis dan berfikir
kreatif) yang disebut sebagai
keterampilan berfikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran
matematika dan akan dibahas dalam tulisan ini.
Beberapa
konsep utama yang sesuai dengan pendekatan HOTS adalah mengikuti ketiga
anggapan tentang berpikir dan belajar. Yaitu:
a. Berpikir
tidak bisa tidak dihubungkan dari tingkat, mereka saling tergantung satu sama
lain
b. Berfikir
atau tidak berpikir dapat belajar tanpa isi pokok, hanya poin teoritis. Dalam
kehidupan nyata, siswa akan mempelajari materi pelajaran berdasarkan pada
pengalaman sekolahnya. Misalnya untuk bisa menguasai konsep kalkulus 2, mereka
harus menguasai kalkulus 1 terlebih dulu. Pengalaman pada sekolah-sekolah
terdahulu akan membantu mereka mempelajari konsep yang lebih tinggi pada tahun
berikutnya.
c. HOTS
meliputi berbagai cara berpikir, memproses, serta menerapkan pada situasi
gabungan dan variabel kelipatan setelahnya.
Tingkat
berpikir bergantung pada hubungan real-word situation (situasi dunia nyata)
dengan variabel kelipatan penawaran ke tantangan berpikir memproses. Keberhasilan
berfikir tingkat tinggi bergantung pada kemampuan individu dalam menerapkan,
merombak, dan memperindah pengetahuan
dalam konteks situasi berpikir.
Pengajaran
keterampilan berfikir dilandasi dua filosofi.
Pertama harus ada materi atau pelajaran khusus tentang berfikir. Kedua, mengintegrasikan kegiatan berfikir ke
dalam setiap pembelajaran matematika.
Dengan demikian, keterampilan berfikir terutama berfikir tingkat tinggi
harus dikembangkan dan menjadi bagian dari pelajaran matematika
sehari-hari. Dengan pendekatan ini,
keterampilan berfikir dapat dikembangkan dengan cara membantu siswa menjadi problem solver yang lebih baik.
Untuk itu, guru harus menyediakan masalah (soal) yang memungkinkan siswa
menggunakan keterampilan berfikir tingkat tingginya.
2. Karakteristik
HOTS
Secara
umum, keterampilan berfikir terdiri atas empat tingkat, yaitu: menghafal (recall thinking), dasar (basic
thinking), kritis (critical thinking)
dan kreatif (creative thinking)
(Krulik & Rudnick, 1999).
Menghafal
adalah tingkat berfikir paling rendah.
Keterampilan ini hampir otomatis atau refleksif sifatnya. Contoh dari
keterampilan ini adalah menghafal 3 x 4 = 12 dan 5 + 4 = 9. Mengingat alamat atau nomor HP seseorang
termasuk dalam keterampilan tingkat ini.
Siswa, terutama pada kelas-kelas awal, seringkali dipaksa untuk
menghafal fakta-fakta ini.
Tingkat
berfikir selanjutnya disebut sebagai keterampilan dasar. Keterampilan ini meliputi memahami
konsep-konsep seperti penjumlahan dan pengurangan, termasuk aplikasinya dalam
soal-soal. Contoh dari konsep perkalian
adalah mencari harga total 12 kilogram beras bila harga perkilonya adalah Rp
6.350,00.
Berfikir
kritis adalah berfikir yang memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua
aspek situasi atau masalah. Termasuk di
dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan menganalisa informasi. Berfikir
kritis termasuk kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi
yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. Kemampuan menarik kesimpulan yang benar
dari data yang diberikan dan mampu menentukan ketidak-konsistenan dan
pertentangan dalam sekelompok data merupakan bagian dari keterampilan berfikir
kritis. Dengan kata lain, berfikir kritis adalah analitis dan refleksif.
Beberapa kemampuan yang dikaitkan
dengan konsep berpikir kritis, adalah kemampuan-kemampuan untuk memahami
masalah, menyeleksi informasi yang penting untuk menyelesaikan masalah,
memahami asumsi-asumsi, merumuskan dan menyeleksi hipotesis yang relevan, serta
menarik kesimpulan yang valid dan menentukan kevalidan dari
kesimpulan-kesimpulan (Dressel dan Mayhew) (Watson dan Glaser, 1980:1). Dari
pendapat para ahli seperti telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran.
Bonnie dan Potts (2003) berpendapat
bahwa terdapat beberapa kemampuan yang terpisah yang berkaitan dengan kemampuan
yang menyeluruh untuk berpikir kritis, yaitu: menemukan analogi-analogi dan
macam hubungan yang lain antara potongan-potongan informasi, menentukan
kerelevanan dan kevalidan informasi yang dapat digunakan untuk pembentukan dan
penyelesaian masalah, serta menemukan dan mengevaluasi penyelesaian atau
cara-cara lain dalam menyelesaikan masalah. Meskipun semua pendapat di atas
berbeda, namun pada hakekatnya memiliki kesamaan pada aspek mengumpulkan,
mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif.
Dengan demikian agar para siswa
tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam kehidupannya, mereka perlu
memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Menurut Ruber (Romlah, 2002: 9)
dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu
yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi
masalah serta kekurangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Tapilouw (Romlah,
2002:9), bahwa “berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan
oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana,
mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui”.
Tingkatan yang terakhir
adalah berfikir kreatif yang sifatnya orisinil dan reflektif. Hasil dari keterampilan berfikir ini adalah
sesuatu yang kompleks. Kegiatan yang
dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan
efektifitasnya. Berfikir kreatif
meliputi juga kemampuan menarik kesimpulan yang biasanya menelorkan hasil akhir
yang baru.
3.
Pertanyaan Inovatif dalam HOTS
Beberapa pertanyaan Inovatif yang dapat digunakan
seorang guru untuk menumbuhkan pola piker kritis siswa antara lain: Adakah Cara
lain? (What’s another way?),
Bagaimana jika…? (What if …?),
Manakah yang salah? (What’s wrong?),
dan Apakah yang akan dilakukan? (What
would you do?) (Krulik & Rudnick, 1999).
Contoh pertanyaan inovatif “Adakah cara lain?” :
-
Sebuah
perusahaan furnitur akan membuat dua jenis bangku berkaki- tiga dan
berkaki-empat. Kedua jenis bangku ini
menggunakan jenis kaki yang sama. Pada
suatu kesempatan perusahaan ini mendapat pesanan 340 kaki untuk 100 buah
bangku. Berapakah masing-masing jenis
bangku yang akan diproduksi?
Dengan memisalkan: x = banyak bangku berkaki-tiga
y
= banyak bangku berkaki-empat
x + y = 100
3x + 4y = 340
Maka
dengan berbagai cara akan diperoleh 60 bangku berkaki-tiga dan 40 bangku
berkaki-empat. Selanjutnya guru dapat
pertanyaan kemungkinan cara lain untuk mendapatkan jawaban yang sama. Karena
tidak ada perubahan pada soal, pertanyaan ini akan memotivasi siswa untuk
mencari cara lain atau jawaban lain.
Karena itu pula, kegiatan ini menjadi cara yang baik untuk berlatih
berfikir kritis.
Tidak seperti contoh kegiatan pertama, kegiatan
berikut dilakukan setelah kondisi pada soal diubah. Perubahan ini membuat siswa memeriksa kembali
soal dan melihat apakah pengaruh perubahan ini terhadap proses penyelesaian dan
juga jawabannya. Dengan jalan ini siswa
akan menganalisa apa yang terjadi sehingga akan meningkatkan berfikir kritis
mereka. Berikut contohnya :
-
Yani mengambil empat
kartu bilangan bernilai 31, 5, 9 dan 10.
Berapakah total nilai kartu-kartu bilangan tersebut?
5
|
17
|
3
|
11
|
10
|
25
|
9
|
15
|
31
|
Dengan
proses penjumlahan sederhana diperoleh jawaban 55. Sekarang ajukan pertanyaan: Bagaimana jika…?
Bagaimana Jika…? 1
Bagaimana
jika Yani mengambil empat kartu dengan total nilai 55? Kartu bilangan manakah
yang diambilnya?
Banyak
jawaban terhadap pertanyaan ini.
Artinya, terdapat banyak jawaban benar.
Soal terakhir ini lebih memerlukan analisa, bukan sekedar latihan
penjumlahan.
Bagaimana jika …? 2
Bagaimana
jika kartu bilangan 10 dibuang? Jika
Yani mengambil empat kartu dengan total nilai 55, Kartu-kartu manakah yang diambilnya?
Soal ini membuat siswa menganalisa lebih jauh. Setelah mencoba beberapa kombinasi siswa akan
menyadari bahwa jumlah tersebut tidak mungkin diperoleh. Mengapa?
Apa penjelasan matematisnya? Jumlah dua bilangan genap selalu akan
genap, sehingga tidak mungkin diperoleh 55.
Dengan mengajukan pertanyaan Bagaimana jika …?
Masalah rutin dapat diubah menjadi suatu kegiatan yang menarik untuk member
kesempatan untuk menggunakan berfikir kritisnya.
Boleh minta referensi aslinya dalam bentuk .pdf or .doc Mbk Yuliana? terima kasih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusselamat pagi mbak yuliana, kebetulan saya sedang mengkaji HOTS lebih dalam, ada beberapa pertanyaan yang mau saya tanyakan, kalau mbaknya bisa silahkan memberi kabar di no. 085729413512. terima kasih banyak
BalasHapus